Kewajiban Pelaporan dan Dokumentasi
Meskipun tarifnya 0%, PKP tetap memiliki kewajiban untuk membuat faktur pajak serta melaporkan kegiatan ekspor jasa mereka. Faktur pajak harus diunggah melalui portal online yang terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. Hal ini dilakukan untuk memastikan transparansi dan kepatuhan pelaku usaha terhadap aturan yang berlaku.
Bagi pengusaha yang bergerak di sektor jasa maklon, terdapat kewajiban tambahan berupa pemberitahuan ekspor barang hasil kegiatan tersebut. Ini bertujuan untuk memvalidasi bahwa barang yang diproses memang diekspor sesuai dengan ketentuan.
Kapan PPN Terutang dan Bagaimana Pelaporannya?
PPN atas ekspor jasa terutang pada saat jasa tersebut diekspor, yang ditandai dengan pengakuan sebagai piutang atau pendapatan oleh PKP. Pelaporan atas kegiatan ini dilakukan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN yang disampaikan secara berkala. Selain itu, pajak masukan yang terkait dengan kegiatan ekspor dapat dikreditkan, selama sesuai dengan peraturan yang berlaku.
PMK Nomor 81 Tahun 2024 memberikan insentif berupa tarif PPN 0% untuk ekspor jasa, dengan tujuan meningkatkan daya saing industri jasa Indonesia di pasar internasional. Namun, pelaku usaha perlu memahami dan mematuhi persyaratan administratif yang ketat agar dapat memanfaatkan fasilitas ini secara optimal. Dengan adanya aturan ini, diharapkan lebih banyak perusahaan jasa Indonesia yang bisa berekspansi ke pasar global, meningkatkan devisa negara.
Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (19/3), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memaparkan hasil realisasi penerimaan pajak negara per Februari 2024 yaitu sebesar Rp269,02 triliun. Akan tetapi, angka realisasi penerimaan pajak tersebut terkontraksi 3,9% year on year (YoY) dan 19,75% month to month (MtM).
Sementara laporan penerimaan pajak secara bruto juga menunjukkan tren yang positif. Seperti yang diketahui, pajak bruto dipungut dari lintas sektor ekonomi, seperti sektor perdagangan, manufaktur, dan jasa. Hal ini mengisyaratkan bahwa perusahaan dan individu, dalam hal ini mayoritas masyarakat dalam suatu negara dalam kondisi menghasilkan lebih banyak pendapatan. Selain itu, tren positif pajak bruto juga merupakan indicator positif bagi kesehatan ekonomi.
Secara tren bulanan, bulan Februari secara umum penerimaannya akan lebih rendah dari penerimaan bulan Januari karena pada bulan Januari ditopang oleh penerimaan lain seperti libur nataru (natal dan tahun baru).
Penerimaan pajak terbesar bulan Februari berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) non migas dengan catatan realisasi sebesar Rp147,26 triliun atau sekitar 13,85% dari target APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sedangkan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) tercatat menghasilkan penerimaan sebesar Rp108,48 triliun atau 13,37% dari target. Penerimaan pajak lainnya, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak lainnya mencatat penerimaan sebesar Rp2,02 triliun atau 5,37% dari target. Pajak terakhir adalah PPh migas yang telah terealisasi Rp11,25 triliun atau dalam persen sebesar 14,73% dari target. Sebelumnya, pada bulan Januari Menkeu menyebut capaian pajak mencapai Rp149,25 triliun atau setara 7,5% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.