Natura merupakan pemberian barang atau kenikmatan dan bukan dalam bentuk uang, dalam Surat Edaran Dirjen Pajak NO SE-03/PJ.23/1984 menyatakan bahwa kenikmatan dalam bentuk natura merupakan setiap balasan jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, maupun keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja. Tidak hanya itu menurut PMK No. 167/PMK.03/2018 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah tertentu yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja.
Umumnya, suatu perusahaan yang mempekerjakan seorang karyawan akan memberikan imbalan berupa gaji dan tunjangan dalam bentuk uang yang akan dibayarkan langsung melalui transfer. Namun, tidak memungkinkan juga perusahaan juga sering memberikan imbalan kepada karyawan dalam bentuk berbeda atau bentuk lainnya seperti barang ataupun fasilitas tertentu yang kenal sebagai bentuk natura atau kenikmatan.
Lantas bagaimana perlakukan pajak terhadap natura yang diberikan perusahaan kepada karyawannya ?
Saat artikel ini ditulis, pengenaan pajak atas natura terbagi menjadi 2 jenis yaitu Imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sebagai objek pajak dan non-objek pajak dan imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sebagai deductible dan non-deductible expenses.
Secara umum sebagaimana yang termuat dalam pasal 4 ayat 3e , menyatakan bahwa imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintahan bukan termasuk sebagai objek PPh.
Namun, dalam proses pengenaannya, terdapat pengecualian tertentu yang membuat imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan menjadi objek PPh sehingga membuat imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut dikenakan pajak. Dalam pengecualian ini, terjadi jika imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut diberikan bukan oleh wajib pajak, baik wajib pajak yang dikenakan pajak secara final maupun wajib pajak yang menggunakan norma perhitungan khusus seperti yang termuat dalam UU PPh pasal 15. Dalam hal ini yang dimaksud adalah seperti contoh bahwa bukan wajib pajak adalah kantor Sekjen ASEAN di Indonesia, sedangkan wajib pajak yang dikenakan PPh Final adalah wajib pajak usaha jasa konstruksi.
Disisi lain terdapat juga imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sebagai deductible dan non-deductible expense. Dimana dalam imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sebagai deductible dan non-deductible expense ini dimuat dalam UU PPh Pasal 9 ayat 1e yang menyatakan bahwa pemberian imbalan berhubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat menjadi pengurang atas penghasilan bruto dari pemberi kerja (non deductible expense).
Namun dalam proses penggunaannya sama seperti imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan sebagai objek dan non-objek pajak, terdapat beberapa pengecualian untuk tujuan tertentu sehingga membuat imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja (deductible expense) yang termuat dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 167/PMK.03/2018 yang terbit dan berlaku efektif pada 19 Desember 2018.
Pengenaan Pajak Atas Natura dalam UU HPP
Per Oktober 2021, dengan disahkannya UU No. 7 tahun 2021 natura menjadi salah satu penghasilan yang dikenakan pajak. Pasal 6 ayat (1) UU HPP lebih detil menjelaskan terkait biaya pengganti atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura ditetapkan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Meskipun begitu, masih terdapat lima jenis natura yang tidak objek pajak yaitu,
- makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai
- natura dan/atau kenikmatan karena penugasan di suatu daerah
- natura dan/atau kenikmatan karena keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan, seperti seragam
- natura dan/atau kenikmatan yang dibiayai APBN/APBN
- natura dan/atau dengan jenis dan batasan tertentu