Dalam dunia perpajakan, ada banyak istilah yang sebaiknya Anda pahami dan ketahui. Salah satunya adalah Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). Secara umum, pengertian dari NPPN adalah norma yang bisa digunakan Wajib Pajak dalam penghitungan penghasilan neto pada satu tahun pajak dengan dasar penghitungan sesuai PPh Pasal 25/29 terutang.
Tujuannya dari menggunakan NPPN adalah untuk menyederhanakan penghitungan dalam mencari penghasilan neto. Siapa saja pihak yang bisa menggunakan norma ini dan bagaimana cara menghitungnya? Simak ulasannya berikut ini.
Dasar Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Sebagai landasan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, ada beberapa hal yang berkaitan dengan siapa saja yang boleh menggunakannya, antara lain:
- Wajib Pajak maupun Objek Pajak yang melakukan usaha dengan peredaran bruto sebesar kurang dari Rp4,8 miliar dalam setahun. Namun dengan syarat memberitahukannya kepada Direktur Jenderal Pajak dalam waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak bersangkutan.
- Objek Pajak maupun Wajib Pajak wajib melakukan pencatatan dalam menghitung penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
- Tahun pajak yang berlaku terhitung dalam jangka waktu satu tahun kalender, kecuali jika Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender yang ada.
Berapa Besaran Norma Penghitungan Penghasilan Neto?
Cara penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Pajak dibedakan lagi menjadi beberapa syarat, yang mana besarannya berbeda-beda di setiap wilayah. Berikut di antaranya yang perlu Anda ketahui aturannya:
- Pembagian persentase yang dikelompokkan menurut wilayah di ibukota provinsi seperti Palembang, Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, serta ibukota provinsi maupun daerah lainnya.
- Persentase tersebut untuk Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilan netonya menggunakan NPPN.
- Persentase bagi Wajib Pajak orang pribadi yang tidak sepenuhnya melakukan pembukuan maupun tidak memperlihatkannya.
- Persentase bagi Wajib Pajak badan yang tidak sepenuhnya melakukan pembukuan maupun tidak memperlihatkannya.
Berdasarkan Jenis Wajib Pajaknya
Norma penghitungan Penghasilan Neto juga bisa digunakan dengan melihat jenis Wajib Pajak. Di sini ada dua kriteria dari Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha, yakni:
- Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha maupun pekerjaan bebas. Dilakukan pada masing-masing jenis usaha maupun pekerjaan dengan memperhatikan pengelompokan berdasar wilayah yang dikenakan norma.
- Penghasilan neto Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha maupun pekerjaan bebas dan penjumlahan penghasilan neto atas usaha yang dimiliki.
Bagaimana Menghitung Norma Penghitungan Penghasilan Neto?
Lantas, bagaimana cara menghitung Norma Penghitungan Penghasilan Neto? Hal ini bisa dihitung menggunakan rumus tertentu. Salah satunya adalah dengan rumus penghasilan neto sebagai berikut:
Peredaran penghasilan bruto x Tarif persentase NPPN.
Contoh kasusnya bisa dilihat seperti di bawah ini:
Pak Toni adalah agen asuransi dengan domisili tempat tinggal di Surabaya. Pada tahun pajak 2019, dirinya mendapatkan penghasilan bruto Rp500 juta. Lalu, berapa penghasilan netonya?
Di sini, kita harus melihat persentase neto dari pekerjaan dan domisili. Jika Norma Penghitungan Penghasilan Neto Pak Toni 50%, maka dapat dihitung:
- Penghasilan neto = Rp500 juta x 50%
- Penghasilan neto =Rp250 juta
Setidaknya, itulah informasi mengenai penggunaan Norma Penghitungan Pajak yang perlu Anda ketahui. Jangan lupa untuk selalu mencatat peredaran bruto usaha Anda dan mendapatkan tarif persentase NPPN sesuai dengan domisili dan KLU. Dengan begitu, Anda dapat membayar dan melaporkan pajak dengan mudah dan akurat. Untuk mendapatkan informasi lainnya seputar perpajakan.