Pemerintah akan mengenakan tarif Pajak Pertamabahan Nilai (PPN) yang berbeda untuk produk mahal yang dikonsumsi oleh masyarakat tergolong kaya antara 15% hingga 30%.
Mengutip bisnis.com, kebijakan itu juga akan berdampak pada penyesuaian aturan tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selama ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 61/2020 berlaku PPnBM kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor.
Sehingga dengan adanya perubahan ini, maka ketentuan tentang PPnBM selain kendaraan bermotor akan dihapus, dan akan masuk ke dalam Rancangan Undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan tatacara Perpajakan (KUP).
Asas Keadilan
Penerapan tarif PPN yang lebih tinggi untuk kelompok masyarakat kaya ini, implikasi dari rencana pemerintah yang akan menaikan tarif PPN dari 10% menjadi 12% untuk rata-rata barang dan jasa.
Penggunaan dua tarif PPN yang berbeda ini dilakukan berdasarkan asas keadilan kepada masyarakat yang kemampuan ekonominya berbeda. Sehingga kebijakan pajaknya disesuaikan dengan daya beli masing-masing masyarakat.
Pangkas Defisit APBN
Perubahan skema tarif PPN ini diharapkan dapat mendorong penerimaan pajak, sehingga akan berdampak pada semakin kecilnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, tambahan penerimaan dari kenaikan PPN ini nantinya diharapkan bisa mengkompensasi potensi penerimaan pajak yang hilang karena pemberian intensif selama masa pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19).
Adapun mengutip kontan.co.id, pemulihan ekonomi tahun 2022 diperkirakan masih menghadapi ancaman. Terutama pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terancam karena pengendalian pandemi yang belum pasti. (ASP)