Daftar dan Simulasi Perhitungan PPN 12% untuk Barang Mewah

Mulai Berlaku Tahun Baru 2025


Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% yang mulai diberlakukan sejak Rabu (1/1/2025), tidak berlaku untuk kebutuhan dasar masyarakat. Barang seperti beras, daging, sabun, deterjen, pulsa, hingga layanan streaming tetap bebas dari kenaikan ini. Pernyataan ini sejalan dengan aturan yang juga baru saja terbit, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024

Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat umum, sekaligus mengarahkan kebijakan fiskal terhadap barang dan jasa yang dikategorikan sebagai barang mewah.

Kenaikan tarif ini hanya dikenakan pada barang-barang tertentu yang dikategorikan sebagai barang mewah, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 42/2022 dan PMK 15/2023. Aturan ini memperbarui PMK 141/2021 yang mengatur jenis barang kena pajak (BKP) kendaraan bermotor dan PMK No. 96/2021 yang mengatur jenis BKP selain kendaraan bermotor, yang dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

Kategori Barang Mewah yang Kena PPN 12%


Jika mengacu pada PMK 42/2022 dan PMK No. 15/2023, berikut  jenis barang dan jasa mewah yang dikenai tarif PPN 12%:

Kendaraan Bermotor untuk Angkutan Kurang dari 10 Orang

  1. Kendaraan bermotor dengan mesin pembakaran dalam cetus api berkapasitas silinder tidak lebih dari 3.000 cc, termasuk jenis hybrid.
  2. Kendaraan bermotor dengan mesin pembakaran dalam nyala kompresi (diesel atau semi-diesel) dengan kapasitas silinder hingga 3.000 cc, termasuk jenis hybrid.
  3. Kendaraan bermotor dengan mesin pembakaran dalam cetus api berkapasitas silinder antara 3.000 cc hingga 4.000 cc, termasuk jenis hybrid.
  4. Kendaraan bermotor dengan mesin pembakaran dalam nyala kompresi (diesel atau semi-diesel) berkapasitas 3.000 cc hingga 4.000 cc, termasuk jenis hybrid.
  5. Kendaraan bermotor berbasis motor listrik penuh.

Kendaraan Bermotor untuk Angkutan 10—15 Orang

  1. Kendaraan bermotor dengan mesin pembakaran dalam cetus api hingga 4.000 cc, termasuk jenis hybrid.
  2. Kendaraan bermotor dengan mesin pembakaran dalam nyala kompresi (diesel atau semi-diesel) dengan kapasitas silinder hingga 4.000 cc, termasuk jenis hybrid.
  3. Kendaraan bermotor yang digerakkan sepenuhnya oleh motor listrik.

Kendaraan Bermotor dengan Kabin Ganda

  1. Kendaraan bermotor kabin ganda dengan mesin cetus api (GVW hingga 5 ton), termasuk hybrid dan motor listrik.
  2. Kendaraan bermotor kabin ganda dengan mesin nyala kompresi (diesel atau semi-diesel) dengan GVW hingga 5 ton, termasuk hybrid dan motor listrik.
  3. Kendaraan bermotor kabin ganda yang sepenuhnya digerakkan oleh motor listrik, dengan GVW hingga 5 ton.

Jenis Kendaraan Bermotor Lain

  1. Mobil golf (termasuk golf buggy) dan kendaraan sejenis.
  2. Kendaraan khusus untuk perjalanan di atas salju, pantai, gunung, atau medan serupa.
  3. Kendaraan roda dua atau tiga dengan mesin pembakaran dalam berkapasitas silinder antara 250 cc hingga 500 cc.
  4. Kendaraan roda dua atau tiga dengan mesin pembakaran dalam berkapasitas lebih dari 500 cc.
  5. Trailer dan semi-trailer tipe karavan untuk perumahan atau berkemah.
  6. Kendaraan bermotor dengan kapasitas silinder melebihi 4.000 cc.

Barang dan Properti Selain Kendaraan Bermotor

  1. Hunian mewah seperti rumah, apartemen, kondominium, dan town house dengan harga jual minimal Rp30 miliar.
  2. Balon udara dan kendaraan udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
  3. Peluru senjata api dan senjata api lainnya (selain untuk keperluan negara), termasuk peluru kecuali peluru senapan angin.
  4. Helikopter dan kendaraan udara lainnya (kecuali untuk keperluan negara atau angkutan niaga).
  5. Senjata api dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan bahan peledak, termasuk senjata artileri, revolver, dan pistol.
  6. Kapal pesiar, yacht, kapal ekskursi, dan kendaraan air serupa (kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum).

Barang-barang ini dikenakan tarif PPnBM yang bervariasi antara 20% hingga 75%, tergantung pada kategori dan fungsi barang.

  

Simulasi Perhitungan Pajak Barang Mewah

Sebagai ilustrasi, mari kita simulasikan perhitungan pajak untuk sebuah kondominium mewah dengan harga jual Rp25 miliar:

Saat Tarif PPN 11% (Sebelum Kenaikan)

  • Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Rp25.000.000.000
  • PPN (11%): 11% × Rp25.000.000.000 = Rp2.750.000.000
  • PPnBM (20%): 20% × Rp25.000.000.000 = Rp5.000.000.000
  • Total Harga Setelah Pajak: Rp25.000.000.000 + Rp2.750.000.000 + Rp5.000.000.000 = Rp32.750.000.000

Saat Tarif PPN 12% (Setelah Kenaikan)

  • Dasar Pengenaan Pajak (DPP): Rp25.000.000.000
  • PPN (12%): 12% × Rp25.000.000.000 = Rp3.000.000.000
  • PPnBM (20%): 20% × Rp25.000.000.000 = Rp5.000.000.000
  • Total Harga Setelah Pajak: Rp25.000.000.000 + Rp3.000.000.000 + Rp5.000.000.000 = Rp33.000.000.000

Dengan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12%, terdapat selisih harga sebesar Rp250 juta. Selisih ini setara dengan kenaikan 0,76% dari total harga barang tersebut setelah pajak.

Dampak Ekonomi dan Tujuan Kebijakan


Menurut para pakar ekonomi, kenaikan tarif PPN ini dirancang untuk memperkuat penerimaan negara tanpa membebani masyarakat kecil. Barang mewah dipilih sebagai objek kenaikan karena konsumen pada segmen ini dianggap memiliki daya beli tinggi, sehingga tidak terdampak signifikan oleh kenaikan pajak.

Salah seorang analis fiskal menyebutkan bahwa kebijakan ini juga diharapkan dapat mengurangi ketimpangan ekonomi. Dengan mengenakan pajak lebih tinggi pada barang mewah, pemerintah berupaya menyeimbangkan struktur pajak nasional.

  

Proyeksi dan Implikasi Bagi Konsumen


Konsumen barang mewah seperti pengembang properti atau individu dengan penghasilan tinggi perlu memperhitungkan kenaikan ini dalam rencana belanja mereka. Bagi pengembang, penyesuaian harga pada properti mewah juga dapat memengaruhi daya saing produk di pasar tertentu.

Namun, beberapa pengamat mencatat bahwa kenaikan pajak ini mungkin tidak akan signifikan memengaruhi volume penjualan barang mewah, mengingat pangsa pasar segmen ini yang relatif kecil dibandingkan kebutuhan dasar.


Kenaikan tarif PPN menjadi 12% yang mulai berlaku pada awal 2025 menunjukkan upaya pemerintah dalam mengelola keuangan negara secara strategis, dengan tetap melindungi daya beli masyarakat umum. Kebijakan ini berfokus pada pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk barang dan jasa yang tergolong mewah, sebagai salah satu langkah untuk mendukung keberlanjutan fiskal dan pemerataan ekonomi.

 

Leave a Replay

Skip to content