Perlakuan pajak terkait dengan penggunaan dana BOS

Pajak Dana BOS adalah beban pajak yang dikenakan pada transaksi yang melibatkan penggunaan dana bantuan sekolah oleh lembaga pendidikan atau sekolah yang diberikan oleh pemerintah.

Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) adalah bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada sekolah-sekolah di seluruh negeri. Dana ini bertujuan untuk membantu sekolah dalam pemenuhan kebutuhan operasional mereka, seperti membayar gaji guru, biaya administrasi, pembelian buku pelajaran, dan keperluan operasional pendidikan lainnya.

Dalam konteks perpajakan, ada ketentuan yang harus dijelaskan, yang tercantum dalam Surat Edaran No. SE-02/PJ./2006.  Peraturan tersebut mencakup pengenaan pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur kebijakan terkait pembaruan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk sekolah yang menerima dana BOS, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran No. SE-12/PJ/2020.

Pada Surat Edaran No. SE-02/PJ/2006, terdapat panduan mengenai “kewajiban perpajakan yang terkait dengan penggunaan dana BOS oleh bendaharawan atau penanggung jawab pengelolaan penggunaan dana BOS di masing-masing unit penerima”. Bendahara BOS adalah orang yang ditunjuk oleh pemerintah di lingkungan institusi sekolah dan bertanggung jawab untuk melakukan pemotongan dan pemungutan pajak atas berbagai belanja, termasuk belanja pegawai dan belanja barang modal. Pada awal bulan April kemarin, kewajiban perpajakan terkait dana BOS diambil alih oleh instansi pemerintah, sehingga Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang sebelumnya digunakan untuk BOS harus dicabut dan diganti dengan NPWP Instansi Pemerintah yang bersangkutan.

Berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ./2006, Bantuan Operasional  (BOS) ini diberikan kepada:

  • SD
  • MI
  • SDLB
  • SMP
  • MTs
  • SMPLB
  • Pondok Pesantren Salafiyah Penyelenggara Wajib Belajar Pendidikan 9 Tahun
  • Sekolah Agama Non Islam Penyelenggara Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun.

Jenis Pajak Dana BOS

1. PPh 21

Bendaharawan yang mengurus dana BOS harus menghitung Potongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk gaji yang diberikan kepada pegawai dengan menggunakan rumus perhitungan Penghasilan Kena Pajak sebagai berikut:

  1. Pegawai tetap
    • Penghasilan neto – Penghasilan tidak kena pajak
  2. Pegawai tidak tetap
    1. Bulanan = Penghasilan Bruto – PTKP
    2. Harian:
      • Penghasilan Bruto – Rp450.000.000
      • Penghasilan Bruto (Rp4.500.000 s.d. Rp10.200.000) – PTKP Harian
      • Penghasilan Bruto (>Rp10.000.000) – PTKP
  3. Bukan pegawai
    1. Berkesinambungan= Penghasilan Bruto – PTKP Bulanan (Kumulatif)
    2. Tidak Berkesinambungan = 50% x Penghasilan Bruto
    3. Penghasilan Bruto
  4. PPH 21 Non- final
    1. Skema pemajakan PPh 21 Non Final adalah:
    2. PPh = Penghasilan Kena Pajak x Tarif PPh 21 (Pasal 17)

Honor PNS

  1. Skema pemajakan PPh 21 Final tenaga honorer PNS:

PPh = Jumlah Bruto x Tarif PP-80/2020

  • Golongan II dan II = 0%
  • Golongan III = 5%
  • Golongan IV dan Pejabat Negara = 15%

 2. PPh 22

Pengenaan PPh Pasal 22 terkait dengan pembayaran atas pembelian/penyerahan barang mengenakan tarif sebesar 1,5% untuk pemilik NPWP dan 3% untuk mereka yang tidak memiliki NPWP.

3. PPh 23

Bendahara BOS juga memiliki tanggung jawab untuk mengelola PPh Pasal 23 terkait dengan pembayaran kepada pihak lain seperti sewa dan penghasilan lainnya yang berkaitan dengan penggunaan aset serta imbalan yang terkait dengan jasa. Tarif yang dikenakan pada pembayaran dan penyerahan ini adalah 2% untuk pihak yang memiliki NPWP, dan dikenakan tarif yang lebih tinggi, yaitu 100%, bagi pihak yang tidak memiliki NPWP. Pemotongan PPh Pasal 23 ini harus disetor melalui Surat Setoran Pajak (SSP) dengan mencantumkan identitas atau NPWP Bendahara SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).

4. PPh 4 ayat 2

Perhitungan tarif PPh Pasal 4 Ayat 2 yang diurus oleh Bendahara Dana BOS untuk sewa tanah dan/atau bangunan adalah sebesar 10%

5. PPN

PPN merupakan pajak atas konsumsi barang dan/atau jasa yang diterapkan di dalam daerah pabean. Namun, ada beberapa kriteria di mana Bendahara yang menerima dana BOS dari Kementerian Pendidikan Nasional tidak diwajibkan untuk memungut PPN. Kriteria ini meliputi:

  • Bendahara sekolah swasta.
  • Lembaga pendidikan swasta.
  • Pesantren.

Dalam skema transaksi PPN dengan tarif 11%, prosedurnya adalah sebagai berikut:

  • Bendahara membeli barang/jasa dari rekanan dan dikenakan PPN sesuai dengan tarif yang berlaku.
  • Rekanan akan menyampaikan tagihan dan Faktur Pajak ke Bendahara.

Dalam konteks ini, Bendahara yang memenuhi kriteria tertentu seperti sekolah swasta, lembaga pendidikan swasta, atau pesantren tidak harus memungut PPN atas pembelian barang/jasa mereka.

Kewajiban pajak dana BOS, sebagai berikut :
  • Sebagai Bendaharawan, Anda harus melakukan pendaftaran untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  • Untuk instansi pemerintah yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau jasa Kena Pajak (JKP), kecuali pengusaha kecil yang harus melaporkan usahanya untuk disahkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur batasan pengusaha kecil.
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dikenakan atas pembelian Barang dan Jasa, kecuali jika nilainya di bawah Rp. 2.000.000, dan tarifnya adalah 10% dari total Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Penyetoran harus dilakukan paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya (kecuali hari Sabtu, Minggu, dan libur nasional). Batas pelaporan adalah tanggal 14 bulan berikutnya (kecuali hari Sabtu, Minggu, dan libur nasional). Anda harus menggunakan kode jenis setoran (MAP) 411211-910, dengan sumber dana dari APBN.
  • Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 akan diterapkan pada pengeluaran dengan tarif 2% dari nilai objek PPh atau DPP PPN. Jika pihak yang menerima pembayaran tidak memiliki NPWP, tarifnya akan menjadi 4% dari objek PPh atau DPP PPN. Penyetoran harus dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dan pelaporan harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Gunakan kode jenis setoran 41124-100.
  • Pemotongan PPh Pasal 4 Ayat 2 akan dilakukan dengan tarif 2% dari nilai objek PPh atau DPP PPN. Penyetoran harus dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dan pelaporan harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Gunakan kode jenis setoran 411128-100.
  • Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 akan diterapkan pada pembayaran gaji pegawai. Penyetoran harus dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dan pelaporan harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Gunakan kode setoran: PPh 21 final dengan kode jenis setoran 411121-402, dan PPh 21 non final dengan kode jenis setoran 411121-100.
  • Untuk Pajak Penghasilan Pasal 22, tidak ada pemungutan pajak yang dilakukan.
Sanksi administrasi pajak dana bos, sebagai berikut :

Dalam hal tidak melakukan penyetoran atau pelaporan yang tepat waktu, denda yang dikenakan untuk PPN, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 4 Ayat 2 adalah sebagai berikut:

  1. Denda untuk PPN:
    • Jika tidak melakukan penyetoran PPN, dikenakan denda sebesar 2% x bulan terlambat x jumlah PPN terutang.
    • Jika tidak melaporkan PPN, dikenakan sanksi sebesar Rp. 500.000 per masa berjalan.
  2. Denda untuk PPh Pasal 21:
    • Jika tidak melakukan penyetoran PPh Pasal 21, dikenakan denda sebesar 2% x bulan terlambat x jumlah PPh 21 terutang.
    • Jika tidak melaporkan PPh Pasal 21, dikenakan sanksi sebesar Rp. 100.000 per masa berjalan.
  3. Denda untuk PPh Pasal 23:
    • Jika tidak melakukan penyetoran PPh Pasal 23, dikenakan denda sebesar 2% x bulan terlambat x jumlah PPh 23 terutang.
    • Jika tidak melaporkan PPh Pasal 23, dikenakan sanksi sebesar Rp. 100.000 per masa berjalan.
  4. Denda untuk PPh Pasal 4 Ayat 2:
    • Jika tidak melakukan penyetoran PPh Pasal 4 Ayat 2, dikenakan denda sebesar 2% x bulan terlambat x jumlah PPh terutang.
    • Jika tidak melaporkan PPh Pasal 4 Ayat 2, dikenakan sanksi sebesar Rp. 100.000 per masa berjalan.

Denda-denda ini bertujuan untuk mendorong ketaatan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan menjaga agar pembayaran dan pelaporan dilakukan tepat waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Leave a Replay

Skip to content