PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2022

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2022

TENTANG

PENDELEGASIAN PEMBERIAN PERIZINAN BERUSAHA DI BIDANG
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang    :   bahwa   untuk   melaksanakan   ketentuan     Pasal     8 Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Pendelegasian Pemberian Perizinnn Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara;

Mengingat :             

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara   (Lembaran  Negara   Republik   Indonesia Tahun 2021 Nomor 208, Tambahan Rmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 6721);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PRESIDCN TENTANG PENDELEGASIAN PEMBERIAN PERIZINAN BERUSAHA DI BIDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:

  1. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstmksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
  2. Pendelegasian adalnh penyerahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah provinsi dalam rangka pemberian perizinan berusaha di bidang Pertambangan mineral dan batubara.
  3. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.
  4. Pemberian Perizinan Berusaha adalah kegiatan pemberian legalitas kepada pelaku usaha untuk memuiai dan menjalankan usaha dan/ atau kegiatannya yang disertai pembinaan dan pengawasan di bidang Pertambangan mineral dan batubara.
  5. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan.
  6. Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan dalam wilayah Pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
  7. Surat Izin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disebut SIPB, adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu.
  8. Izin Pengangkutan dan Penjualan adalah izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut, dan menjual komoditas tambang  mineral atau batubara.
  9. Izin Usaha masa Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUJP, adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha jasa Pertambangan inti yang berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan usaha Pertambangan.
  10. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  11. Pemerintah Daerah Provinsi adalah gubernur sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah provinsi yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertambangan mineral dan batubara.

BAB II

LINGKUP KEWENANGAN YANG DIDELEGASIKAN

Pasal 2

(1) Pendelegasian meliputi:

a. pemberian:

  1. sertifikat standar; dan
  2. izin;

b. pembinaan atas pelaksanaan Perizinan Berusaha yang didelegasikan; dan

c. pengawasan atas pelaksanaan Perizinan Berusaha yang didelegasikan.

(2) Pemberian   sertifikat   standar   sebagaimana    dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 meliputi   kegiatan konsultasi dan perencanaan usaha jasa Pertambangan di bidang:

a. penyelidikan umum;

b. eksplorasi;

c. studi kelayakan;

d. konstruksi Pertambangan;

e. pengangkutan;

f. lingkungan Pertambangan;

g. reklamasi dan pascatambang;

h. keselamatan Pertambangan; dan/ atau

i. penambangan.

(3) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat  (1) huruf a angka 2 terdixi atas:

a. IUP dalam rangka penanaman modal dalam negeri untuk komoditas mineral bukan logam dengan ketentuan:

  1. berada dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
  2. wilayah laut sampai dengan 12 (dna belas) mil laut;

b. IUP dalam rangka penanaman modal dalam negeri untuk komoditas mineral bukan logam jenis tertentu dengan ketentuan:

  1. berada dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
  2. wilayah laut sampai dengan 12 (dna belas) mil laut;

c. IUP dalam rangka penanaman modal dalam negeri untuk komoditas batuan dengan ketentuan:

  1. berada dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
  2. wilayah laut sampai dengan 12 (dna belas) mil laut;

d. SIPB;

e. IPR;

f. Izin Pengangkutan dan Penjualan untuk komoditas mineral bukan logam;

g. Izin Pengangkutan dan Penjualan untuk komoditas mineral bukan logam jenis tertentu;

h. Izin Pengangkutan  dan  Penjualan  untuk  komoditas

i. IUJP untuk 1 (satu) daerah provinsi;

j. IUP    untuk      penjualan      komoditas     mineral     bukan logam;

k. IUP untuk penjualan komoditas mineral bukan logam jenis tertentu; dan

l. IUP untuk penjualan komoditas batuan.

(4) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1} huruf b terdiri atas:

a. pemberian  norma,  standar,     pedoman,    dan kriteria pelaksanaan usaha pertambangan;

b. pemberian     bimbingan     teknis,     konsultasi,      mediasi, dan/atau fasilitasi; dan

c. pengembangan            kompetensi            tenaga            kerja pertambangan.

(5) Pengawasan      sebagaimana      dimaksud      pada      ayat     (1) huruf c terdiri atas:

a. perencanaan pengawasan;

b. pelaksanaan pengawasan; dan

c. monitoring dan evaluasi pengawasan

(6) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilaksanakan atas:

a. kaidah teknik Pertambangan yang baik; dan

b. tata kelola pengusahaan Pertambangan.

(7) Dalam pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, gubernur menugaskan:

a. inspektur tambang untuk pengawasan atas kaidah teknik Pertambangan yang baik; dan

b. pejabat pengawas Pertambangan untuk pengawasan atas tata kelola pengusahaan Pertambangan.

(8) Inspektur tambang dan pejabat pengawas Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) wajib melaporkan hasil pengawasan kepada gubernur.

(9) Dalam hal berdasarkan laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8} terdapat pelanggaran atas kaidah teknik Pertambangan yang baik dan tata kelola pengusahaan Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), gubernur wajib menindaklanjuti dalam bentuk:

a. pembinaan; atau

b. pemberian sanksi administratif.

(10) Pendelegasian pengawasan atas pelaksanaan Perizinan Berusaha yang didelegasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak termasuk kewenangan:

a. pengelolaan anggaran;

b. sarana dan prasarana; dan

c. operasional,

inspektur tambang dan pejabat pengawas Pertambangan.

(11) Pendelegasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disubdelegasikan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.

(12) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 3

Selain Pendelegasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pemerintah Pusat mendelegasikan sebagian kewenangan untuk mendukung pengelolaan Pertambangan mineral dan batubara yang meliputi:

a. pemberian dan penetapan wilayah izin usaha Pertambangan mineral bukan logam, wilayah izin usaha Pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu, dan wilayah izin usaha Pertambangan batuan dengan ketentuan:

  1. berada dalam 1 (satu) daerah provinsi; atau
  2. wilayah laut sampai dengan 12 (dna belas) mil laut;

b. penetapan harga patokan mineral bukan logam, penetapan harga patokan mineral bukan logam jenis tertentu, dan penetapan harga patokan batuan; dan

c. pemberian rekomendasi atau persetujuan yang berkaitan dengan kewenangan yang didelegasikan.

BAB III

PENYELENGGARAAN PEMBERIAN

PERIZINAN BERUSAHA

Pasal 4

Pemerintah Daerah Provinsi dalam pelaksanaan Pendelegasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib:

a. melaksanakan Pemberian Perizinan Bemsaha yang didelegasikan secara efektif dan efisien sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria  yang  ditetapkan oleh Pemerintah Pusat; dan

b. menyiapkan perangkat daerah yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Pemberian Perizinan Berusaha di bidang Pertambangan mineral dan batubara.

BAB IV

PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PELAPORAN

Pasal 5

(1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah Daerah Provinsi atas pelaksanaan Pendelegasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana   dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pasal 6

(1) Pemerintah Daerah Provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V PENDANAAN

Pasal 7

Pendanaan dalam pelaksanaan:

a. pemberian sertifikat standar dan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2;

b. pembinaan atas pelaksanaan Perizinan Berusaha yang didelegasikan sebagaimana dimaksud   dalam   Pasal   2 ayat (1) huruf b; dan

c. pengawasan atas pelaksanaan Perizinan Berusaha yang didelegasikan sebagaimana dimaksud   dalam   Pasal   2 ayat (1) huruf c kecuali biaya operasional pelaksanaan pengawasan yang dilaksanakan oleh  inspektur  tambang dan pejabat pengawas Pertambangan,

bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi.

Pasal 8

Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Rmbaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan   di  Jakarta pada tanggól 11 April 2022

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKOWIDODO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 11 April 2022

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NDGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 91

Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

Leave a Replay

Skip to content