Sesuai dengan 215/PMK.03/2018 (Pasal 1 ayat 4) WP OPPT adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa, tidak termasuk jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, pada 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.
WP OPPT harus mendaftarkan setiap lokasi usahanya pada wilayah Kantor Pelayanan Pajak terkait, dalam hal memiliki lebih dari satu tempat usaha.
Pajak yang dikenakan kepada WP OPPT adalah Pph pasal 25.
WP OPPT cukup membayar sejumlah tarif yang ditentukan perbulan dari masing-masing tempat usaha. Kecuali bagi WP yang telah mengaplikasikan ketentuan PPh Final berdasarkan PP 23 Tahun 2018, kewajiban pembayaran PPh 25 untuk WP OPPT ditiadakan.
TARIF WP OPPT
Tarif angsuran PPh Pasal 25 untuk WP OPPT adalah 0.75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dan masing-masing tempat usaha. Pembayaran PPh pasal 25 dan masing-masing tempat usaha dapat dijadikan sebagai kredit pajak atas PPh yang terutang akhir tahun (pasal 7 ayat 1 dan ayat 2).
KODE AKUN PAJAK
Kode aku pajak yangdigunakan untuk penyetoran adalah 411125 dengan kode jenis setoran 101, serta jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 adalah paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Contoh Penghitungan PPh Pasal 25 WP OPPT
- Tempat Tinggal dan Tempat Usaha Berada Dalam Satu KPP
Tn. Bagas mempunyai tempat tinggal sekaligus usaha tempat usaha sebagai Pedagang Pengecer di KPP A dan tidak memilih untuk dikenakan PPH Final berdasarkan PP 23 tahun 2018, maka Tn. Bagas wajib mendaftarkan NPWP di KPP A. Omset usahanya sebesar Rp. 50.000.000,- pada bulan juni 2019.
- Terhadap Tn. Panji hanya diterbitkan NPWP domisili (tidak perlu diterbitkan NPWP cabang).
- Pembayarannya adalah 0.75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor yaitu sebesar : 0.75% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 375.000,-
Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak Tn. Bagas pada akhir tahun.
2. Tempat Tinggal dan Tempat Usaha Berbeda KPP
Tn. Ivan mempunyai tempat tinggal di wilayah KPP A dan tempat usaha sebagai Pedagang Pengecer di wilayah KPP B dan tidak memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP23 tahun 2018.
- Tn. Ivan wajib mendaftarkan NPWP di KPP A sebagai NPWP domisili dan juga mendaftarkan NPWP di KPP B sebagai NPWP Cabang?NPWP lokasi.
- Di KPP A, Tn. Ivan tidak memiliki kewajiban PPh Pasal 25 sedangkan di KPP B Tn. Ivan memiliki kewajiban PPh Pasal 25.
Omset usaha Tn. Ivan di wilayah KPP B adalah sebesar Rp. 100.000.000,-
- Pembayarannya adalah 0.75% dari peredaran bruto/omzet/penjualan kotor/pendapatan kotor yaitu sebesar : 0.75% x Rp. 100.000.000,- = Rp. 750.000,-
Nilai ini dapat dijadikan sebagai kredit pajak saat penghitungan pajak Tn. Ivan pada akhir tahun. Sedangkan pelaporan SPT Tahunan dilakukan di KPP A.
3. Tempat Tinggal dan Tempat Usaha Di Lebih Dari Satu KPP.
Tn. Arya mempunyai tempat tinggal di KPP A, mempunyai 2 tempat usaha sebagai Pedagang Pengecer di KPP B, dan 1 tempat usaha di wilayah KPP C. Tn. Arya tidak memilih untuk dikenakan PPh Final berdasarkan PP 23 tahun 2018.
- Maka di KPP A, Tn. Arya diterbitkan NPWP Domisili, tidak ada kewajiban PPh Pasal 25.
- Di KPP B diterbitkan 1 NPWP Cabang namun masing-masing tempat usaha memiliki kewajiban PPh Pasal 25 sebesar 0.75% dari peredaran bruto dari masing-masing tempat usaha.
- Di KPP C diterbitkan 1 NPWP Cabang atas 1 tempat usaha, PPh Pasal 25 sebesar 0.75% dari peredaran bruto
Perhitungannya adalah sebagai berikit :
LOKASI | OMSET | PPH PASAL 25 |
Usaha 1 di KPP B | Rp. 75.000.000,- | Rp. 562.500,- |
Usaha 2 di KPP B | Rp. 100.000.000,- | Rp. 750.500,- |
Usaha 3 di KPP C | Rp. 135.000.000,- | Rp. 1.012.500,- |